Bagaimana Cara Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat, Hukum Perdata Barat, dan UUPA?

Posted on

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, termasuk tanah. Tanah menjadi salah satu sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Tanah dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti pertanian, perkebunan, perumahan, industri, dan lain-lain. Oleh karena itu, jual beli tanah menjadi suatu hal yang sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia.

Hukum Adat

Hukum adat adalah hukum yang berlaku di suatu masyarakat yang bersifat tertulis atau tidak tertulis. Hukum adat di Indonesia sangat beragam, tergantung dari suku dan daerahnya. Dalam hal jual beli tanah, hukum adat biasanya mengatur tentang kepemilikan tanah. Di beberapa daerah, kepemilikan tanah hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan darah dengan pemilik tanah sebelumnya. Namun, di daerah lain, kepemilikan tanah dapat dilakukan oleh siapa saja yang dapat membayar harga yang diminta oleh pemilik tanah sebelumnya.

Proses jual beli tanah menurut hukum adat biasanya melibatkan beberapa pihak, seperti pemilik tanah, pembeli, dan tokoh adat setempat. Pembeli harus meminta izin kepada tokoh adat setempat untuk dapat membeli tanah dari pemilik tanah. Setelah itu, pembeli dan pemilik tanah harus menandatangani surat perjanjian jual beli yang disaksikan oleh tokoh adat setempat. Surat perjanjian tersebut biasanya tidak bersifat tertulis, melainkan hanya berdasarkan kesepakatan lisan antara kedua belah pihak.

Pos Terkait:  Pencak Silat Berasal dari Negara Indonesia

Hukum Perdata Barat

Hukum perdata barat adalah hukum yang berlaku di Indonesia setelah masa penjajahan Belanda. Hukum perdata barat mengatur tentang jual beli tanah dengan menggunakan akta notaris. Akta notaris merupakan bukti sah yang diterbitkan oleh notaris atas perjanjian jual beli tanah yang telah dilakukan oleh pembeli dan pemilik tanah. Dalam hal jual beli tanah menurut hukum perdata barat, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti:

  • Pembeli harus memiliki Surat Bukti Hak atas Tanah (SBHT) atau Surat Hak Milik (SHM) atas tanah yang akan dibeli
  • Pembeli dan pemilik tanah harus menandatangani akta jual beli tanah di hadapan notaris
  • Pembeli harus membayar pajak atas transaksi jual beli tanah

Setelah akta jual beli tanah dibuat, notaris akan menerbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) atas nama pembeli. SKPT merupakan bukti bahwa tanah tersebut telah dialihkan ke tangan pembeli dan dapat digunakan sebagai bukti kepemilikan tanah oleh pembeli.

UU Perdata Baru (UUPA)

UU Perdata Baru (UUPA) adalah undang-undang yang mengatur tentang hukum perdata di Indonesia. UUPA menggantikan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang sebelumnya berlaku. Dalam hal jual beli tanah, UUPA mengatur tentang hak atas tanah yang terdiri dari hak milik, hak guna bangunan, dan hak pakai. UUPA juga mengatur tentang proses jual beli tanah yang harus dilakukan melalui akta notaris.

Pos Terkait:  Contoh Majas Hiperbola Brainly - Mengenal Pengertian dan Contohnya

Proses jual beli tanah menurut UUPA hampir sama dengan hukum perdata barat. Pembeli dan pemilik tanah harus menandatangani akta jual beli tanah di hadapan notaris. Notaris akan menerbitkan SKPT atas nama pembeli, sebagai bukti bahwa tanah tersebut telah dialihkan ke tangan pembeli.

Kesimpulan

Jadi, untuk melakukan jual beli tanah di Indonesia, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sesuai dengan hukum yang berlaku. Jika jual beli tanah dilakukan menurut hukum adat, perlu memperhatikan aturan yang berlaku di daerah tersebut. Sedangkan jika jual beli tanah dilakukan menurut hukum perdata barat atau UUPA, harus dilakukan melalui akta notaris dan memiliki dokumen-dokumen yang diperlukan seperti SBHT atau SHM. Dengan melakukan proses jual beli tanah yang sesuai dengan hukum yang berlaku, maka pembeli dan pemilik tanah akan terhindar dari masalah hukum di kemudian hari.

Related posts:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *